13 April 2009

BAB 10. JENIS KELAMIN DAN GENDER

Kompetensi :
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan mengetahui mengenai jenis kelamin dan gender

10.1. Mengapa Gender Perlu diketahui?
Adanya perbedaan peran gender secara sosial telah melahirkan perbedaan hak, tanggung jawab, peran, fungsi bahkan ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Studi Margaret Mead (antropolog) : ingin membuktikan bhw dlm kebudayaan masyarakat Barat dikenal pembedaan kepribadian laki-laki & perempuan berdasar jenis kelamin. Karena itu ia meneliti 3 kelompok etnik di Papua Timur Laut (1965) Hasil penelitan mead menunjukkan bhw ketiga suku Arapesh (tinggal di pegunungan), Suku Mundugumor (tinggal di tepi sungai), dan suku Tschambuli (tinggal di tepi danau); Mead menemukan klasifikasi tsb tidak berlaku bagi 3 kelompok tersebut. Contoh hasil temuan Mead : pada Suku Arapesh ditemukan bahwa Laki-laki & perempuan cenderung ke arah sifat tolong menolong, tidak agresif, penuh perhatian pd orang lain, tdk dijumpai dorongan seksualitas kuat ke arah kekuasaan (Mead dalam Sunarto, 2004:109). Dlm klasifikasi Barat perempuan dikaitkan dgn ciri kepribadian tertentu spt keibuan, berhati lembut, suka menolong, emosional, tergantung, manja, peduli thd keperluan orang lain. Di lain pihak laki-laki memiliki kepribadian keras, agresif, menguasai & seksualitas kuat..
Mengetahui perbedaan ini penting karena selama ini pengertian gender dan seks sering dicampuradukkan. Perbedaan peran, fungsi, hak, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan bersifat tidak abadi, tidak kekal dan tidak berlaku universal dan merupakan ciri-ciri non kodrat yang dibangun dan dibentuk oleh manusia. Ciri-ciri tersebut berbeda dari masa ke masa, dari satu tempat ke tempat lain, bahkan berbeda dari satu lapisan sosial dengan lapisan sosial lainnya. Kondisi dimaksud dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

10.2. Pengertian Jenis Kelamin dan Gender
Seks sama dengan jenis kelamin, mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki; perbedaan scr biologi ini dibawa sejak lahir dan tidak bisa diubah. Gender adalah perbedaan peluang, peran, dan tanggung jawab antara laki-laki & perempuan sebagai hasil konstruksi sosial dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Gender = sociological term (sphare), Sex = biological term (sphare). Gen : inti kromosom dominan dari laki-laki atau perempuan kelak akan menentukan jenis kelamin anaknya.
Jadi gender merupakan konsep tentang sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural yang bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, sementara ada pula perempuan yang keras, perkasa. Atau bisa dikatakan konsep apa yang membuat seseorang menjadi maskulin atau feminin. Yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural yang bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya : perempuan dikenal lemah lembut, emosional. laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa.

10.3. Kesetaraan dan Keadilan Gender
Ketidak setaraan peran gender baik dalam sektor domestik maupun publik yang terjadi di semua sektor kehidupan kemudian menyebabkan bias gender (gender bias). Gender Bias (Gap) : kesenjangan kondisi & posisi antara laki-laki & perempuan dalam mengaktualisasikan potensi diri di kehidupan domestik atau publik. Idealnya dalam senuah masyarakat baik dalam sektor publik maupun domestik tercipta kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender adalah kondisi yang setara dan seimbang dan sederajad dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya ialah dengan menerima perbedaan kodrati individu laki-laki dan perempuan sebagai hikmah; memahami kondisi hidup laki-klaki dan perempuan berbeda bahwa perbedaan itu pada dasarnya karena fungsi kodrati. Keadilan Gender adalah kondisi dan perlakuan yang adil tanpa ada perbedaan dalam hubungan, peran, fungsi, kedudukan, hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya adalah berperilaku adil dan tidak adanya pembedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan baik di rumah, di tempat kerja maupun di masyarakat.

10.4. Apa akibat Ketidaksetaraan & Ketidakadilan Gender
1. Subordinasi (Penomorduaan)
 Perempuan sebagai konco wingking (orang belakang)
 Hak dalam perkawinan perempuan dinomor duakan
 Bagian waris perempuan lebih sedikit
 Perempuan dinomorduakan dlm peluang di bidang politik, jabatan, karir, pendidikan dsb
2. Marginalisasi (Peminggiran)
 Upah perempuan kecil
 Izin usaha perempuan harus diketahui oleh ayah
 Permohonan kredit harus seizin suami
 Pembatasan di bidang kesempatan kerja bagi perempuan
 Kemajuan teknologi industri meminggirkan peran serta perempuan
3. Beban Ganda (Double Burden)
 Perempuan bekerja di luar maupun di dalam rumah
 Laki-laki bekerja masih harus siskamling
 Perempuan sbg perawat, pendidik anak sekaligus pendamping suami, pencari nafkah tambahan
 Laki-laki mencari nafkah utama sekaligus kepala keluarga
4. Kekerasan (Violence)
 Eksploitasi thd perempuan, perkosaan & perempuan jadi obyek iklan
 Laki-laki diharuskan/diharapkan sbg pencari nafkah keluarga, laki-laki bertubuh pendek dianggap kurang laki-laki, gagal di bidang karir, dilecehkan
5. Stereotype (Pelabelan Negatif)
 Perempuan : sumur, dapur, kasur, macak, masak, manak
 Laki-laki : tulang punggung keluarga, kehebatannya diukur pada kemampuan seksual dan karirnya, mata keranjang dsb.

10.5. Sosialisasi Gender
Gender tidak bersifat biologis melainkan dikonstruksikan secara sosial. Gender bukan bawaan sejak lahir, tetapi dipelajari melalui sosialisasi. Oleh karena itu gender dapat berubah.
Kesetaraan gender adalah kondisi yang setara dan seimbang dan sederajad dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya ialah dengan menerima perbedaan kodrati individu laki-laki dan perempuan sebagai hikmah; memahami kondisi hidup laki-klaki dan perempuan berbeda bahwa perbedaan itu pada dasarnya karena fungsi kodrati.
Keadilan gender adalah kondisi dan perlakuan yang adil tanpa ada perbedaan dalam hubungan, peran, fungsi, kedudukan, hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya adalah berperilaku adil dan tidak adanya pembedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan baik di rumah, di tempat kerja maupun di masyarakat.
Beberapa agen atau pihak yang melakukan sosialisasi adalah :
10.5.1. Keluarga sebagai agen sosilalisasi gender.
Sebagaimana bentuk sosialisasi yg lain, maka sosialisasi gender pun berawal pada keluarga. Keluargalah yg mula-mula mengajarkan seorang anak laki-laki bersikap maskulin, sementara perempuan bersikap feminim. Proses pembelajaran gender (gender learning), yaitu proses pembelajaran feminitas dan maskulinitas yg berlangasung sejak dini, seseorang mempelajari peran gender (gender role) yg oleh masyarakat dianggap sesuai dgn jenis kelaminnya.
Proses sosialisasi peran ke dalam diri perempuan dan laki-laki sejak seseorang dilahirkan. Sejak bayi seorang anak sudah dibiasakan dengan busana yang jenis dan warnanya dibedakan. Bayi laki-laki dengan warna biru, sementara bayi perempuan dengan warna pink atau kuning. Bahkan bayi perempuan kadang-kadang diperlakukan secara lebih ahti0hati daripada bayi laki-laki.
Salah satu media yangd igunakan orang tua untuk emmperkuat identitas gender adalah mainan, yaitu dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin. Anak perempuan sering diberikan boneka , sementara anak laki-laki diberi mainan pistolan, mobil-mobilan, layang-layang dsb. Meskipun juga anak laki-laki kadang diberi boneka, boneka untuk anak laki-laki diberi semacam hewan yang buas seperti harimau, beruang sementara anak perempuan diberi boneka seperti bebek, kelinci dsb.
Sejak kecil juga anak-anak perempuan dibiasakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti memeasak, menyapu, mengepel, menyetrika, mwenjahit, sementara anak alaki-laki diperkenalkan dengan pekerjaan seperti pertukangan, alat berat, perbengkelan dsb.
Bahkan buku cerita anakpun menonjolkan tokoh laki-laki adakah sosok ambisi, sementara perempuan dibceritakan sebagai seorang gadis atau ibu yang pasif.

10.5.2. Kelompok Bermain
Kelompok bermain merupakan agen sosialisasi yang telah sejak dini membentuk perilaku dans ikap anak-anak. Sebagai contoh dalam permainan seorang anak laki-laki cenderung emmainkan jenis permainan yang menekankan persainagn., kekuatan fisik, dan keberanian. Sementara anak perempuan cenderung memainkan permainan yang lebih menekankan segi kerjasama. Ketika remaja laki-laki harus senantiasa berani dan agresif terhadap perempuan serta mampu mampu emnerapkan cara untuk dapat ”merebut” dan ”menaklukan” mereka.
Sebagai agen sosialisasi kelompok bermainpun menerapka kontrol sosial bagi anggota yang tidak menaati aturannya. Seorang laki-laki yang memilih permainan perempuan akan dicap sebagai ”banci” dan menghadapi resiko dikucilkan. Hal; serupa dialami oleh anak perempuan yang apabila berorientasi dengan permainan laki-laki akan dicap ”tomboy”.

10.5.3. Sekolah
Sebagai agen sosialisais gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui media utamanya yaitu kurikulum formal. Misalnya dalam mata pelajaran prakarya kadang siswa dan siswi dipisahkan, dimana siswa laki-laki diberi pelajaran pertukangan sementara siswa perempaun diberi pelajaran di bidang ekonomi ruma tangga, atau menjahit, menyulam dsb.
Pembekajaran yang lain adalah melalui buku teks. Sebagai contoh dalam pekerjaan domestik dan publik digambarkan, ”ayah pergi ke kantor, ibu pergi ke pasar” atau ” tono bermain layang-layang, tini bermain boneka”.

10.5.4. Media Massa
Media massa berperan sebagai agen sosialisasi gender melalui sajiannya baik berupa pemberitaan, iklan, film/sinetron. Dalam iklan misalnya seringkali memperkuat stereotipe gender. Sebagai contoh iklan yang mempromosikan produk keperluan rumah tangga seperti sabun cuci, sabun mandi, pasat gigi, minyak goreng, pembasmi serangga, bumbu masak, mi instan cenderung menampilkan peran perempuan sebagi ibu rumah tangga maupun ibu, sedangkan iklan yang mempromosikan produk mewah yang merupakan simbol status dan kesuksesan selalu menggunakan model laki-laki dalam iklannya.
Meskipun iklan juga seringkali menampilkan perempuan di ranah publik, ettapi sering menekankan pada jenis pekerjaan yang cenderung dilakukan perempuan seperti sebagai resepsionis, pramugari, sekretaris, atau kasir bukan pada jabatan yang berstatus tinggi seperti perseiden direktur bank atau kapten penerbang.

10.6. Kekerasan terhadap Perempuan
Dalam interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami berbagai bentuk kekerasan dibanding laki-laki. Ada yang berbentuk perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap pasangan, pelecehan seksual.
10.6.1. Perkosaan
Moore dan Sinclair menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan dimana ini lebih banyak dialmi oleh perempuan (dalam Sunarto, 2004:117). Bahkan di media massa pun banyak dijumpai pemberitaan perkosaan baik yang terjadi di dalam negeri maupun yang dilami oleh para TKW di luar negeri.
10.6.2. Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dalam kehidupan sehari-hari baik alki-laki maupun perempuan mengalami kekerasan di tangan orang dekatmereka , seperti orang tua, kakak, adik, majikan, atau isuami/isteri.
10.6.3. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual (sexual harrassment) didefiniskan sebagai komentar, isyarat, atau kontak fisik yang bersifat seks, diulang-ulang, dan tidak dikehendaki.

Pertanyaan :
1. Apakah peran gender bisa dipertukarkan? Apakah perbedaan peran gender merupakan akibat dari perbedaan jenis kelamin?
2. Sebutkan beberapa bukti bahwa proses sosialisasi peran gender di Indonesia sedang berubah!
3. Buatlah daftar harapan anggota-anggota kelompokmu mengenai harapan peran dirinya dan suami/isteri di masa mendatang (seperti karir, tugas-tugas rumah tangga, mendidik anak, belanja, dsb). Bandingkan jawaban antara kelompok laki-laki dan perempuan! Apakah ada beberapa harapan yang sama antara kedua kelompok laki-laki dan perempuan tersebut?

Tidak ada komentar: